Rainbow

Rainbow

Rabu, 09 Maret 2011

“Anarkisme”

Di seluruh dunia, jumlah anarkis cukup banyak karena keberadaan mereka sudah lebih dua abad. Pluralitas pandangan tak bisa dihindari. Meski demikian, garis merah anarkisme konsisten dan prinsip terfundamentalnya transparan. Maka ia mudah ditelusuri, sebab hakikat anarki itu cuma menyangkut empat garis merah berikut. Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa pemerintah.
Jadi, anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni individu-individu yang tidak mau memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak. Konsekuensi butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas.
Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut. Anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.
Tiga butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Tidak begitu jelas kapan pertama kali anarkisme muncul di Indonesia, namun gerakan anarkisme di Indonesia baru mulai marak terlihat di penghujung tahun 90-an. Tidak disangkal lagi bahwa kemunculan gerakan anarkisme pada era 90-an di indonesia, tak lepas dari pengaruh perkembangan punk di indonesia, sebuah aliran musik yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup yang didalamnya sangat kental dengan nuansa anarkistik. Selain itu, jatuhnya era kepemimpinan Soeharto, juga ikut memberikan angin segar bagi berkembangnya gerakan ini. Gerakan anarkis ini sekarang sangat mudah kita dapati, dalam suasana demo ataupun juga ketika sedang ada pertandingan sepakbola, tindakan anarkis ini sangat mudah terjadi. Disini akan kita bahas tentang demostrasi para buruh yang berubah menjadi anarkis karena tuntutan mereka tidak atau belum dipenuhi. Juga aksi para seporter sepakbola yang menjadi penyakit kronis bila timnya bertanding dan mengalami kekalahan maka dapat diprediksi akan terjadi kerusuhan di akhir pertandingan yang kemudian merugikan semua aspek yang ada disini.

Pembahasan tentang unjuk rasa buruh ini termuat dalam Koran-korang nasional, unjuk rasa ini dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pada tanggal 4 Mei, Mereka meneriakkan orasi dan yel-yel menolak revisi UU No 13/2003.. Demo tersebut berlangsung kemudian terjadi tindakan anarkis yang dilakukan dengan merusak tembok gedung DPR, kemudian polisi membubarkan massa yang terus merangsek ke dalam gedung DPR dan tidak mau membubarkan diri walau sudah diultimatum. Ini terjadi karena Sebelumnya, perwakilan buruh yang diterima pimpinan DPR dan Komisi IX (bidang ketenagakerjaan) menuntut kepada DPR agar resmi menolak revisi Undang-Undang (UU) 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebab, penolakan DPR terhadap revisi dalam demo buruh 1 Mei 2007 lalu, belum dilakukan secara kelembagaan.
Meski perwakilan buruh sudah ditemui pimpinan DPR dan Komisi IX, sejumlah perwakilan buruh tidak puas dan langsung keluar menemui ribuan buruh. Mereka masih meragukan pernyataan tersebut, karena tidak ditulis dan ditandangani di kertas yang berkop resmi. Mereka lalu memberitahukan kepada rekan-rekannya yang masih berdemo di luar pagar. Hal ini membuat para buruh bertambah panas dan emosional. Situasi makin tidak terkendali, dan demonstran merangsek ke pintu gerbang DPR. Dorongan puluhan ribu massa itu, akhirnya membuat pagar senilai miliaran rupiah tersebut jebol. Tidak hanya itu, sebab di saat semua orang panik dan kepanasan, ada yang memanaskan suasana dengan membakar ban bekas, kayu, dan spanduk.
Selain itu, sebagian massa ada yang melempar batu, potongan ujung pagar besi yang lancip, kayu, botol air mineral, dan benda-benda lainnya. Walau telah berhasil menjebol pagar, massa tidak sampai masuk ke halaman gedung. Sebab, ribuan aparat kepolisian yang sejak pagi bersiaga mengadang laju mereka dengan menyemprotkan gas air mata. Dalam demo yang rusuh itu, selain menuntut agar DPR secara resmi menolak revisi UU Ketenagakerjaan, mereka juga terpancing dengan pernyataan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang mengatakan sikap Komisi IX DPR RI itu belum resmi mewakili lembaga. Karena sikap resmi DPR itu masih harus diproses melalui sidang paripurna, setelah mendengar sikap fraksi-fraksi yang ada.
Disini tindakan Unjuk rasa Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) di DPR, Rabu (3/5), yang berakhir rusuh, patut disesalkan. Keributan tak perlu terjadi, andai petinggi negara dan pimpinan DPR yang sebenarnya menempati posisi sebagai perwakilan dari rakyat, tidak berprilaku konyol. Karena tindakan ini terjadi kerugian yang cukup besar. Ribuan buruh yang berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR-RI, merobohkan gerbang besi yang baru dibangun dengan daya milyaran rupiah. Inilah tindakan yang sangat disesalkan dan seharusnya tidak terjadi. Tindakan brutal para buruh yang merusak ini lah yang merupakan tindakan anarkis yang halrusnya tidak terjadi jika mereka para buruh dan pemerintah dalam hal ini DPR tidak bertindak sendiri-sendiri.
Selain contoh tindakan anarkis yang merusak dari para buruh yang merugikan itu masih banyak juga tindakan dari masyarakat yang bisa dikategorikan sebagai tindakan anarkis. Yang saya angkat selain tindakan buruh diatas adalah tindakan anarkis dari pada suporter olahraga terutama seporter sepak bola. Ada banyak khasus yang bisa kita bicarakan, tidak hanya satu saja namun bisa berpuluh-puluh bahkan mencapai ratusan masalah anarkis yang ada di dalam dunia yang menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas ini. Disini suporter yang sangat fanatik akan sangat mudah menjadi brutal jika tim yang dijagokannya mengalami kekalahan, disini kekalahan yang mereka anggap sebagai kekalahan yang tidak adil.
Salah satu contohnya adalah kerusuhan antar suporter sepakbola tepatnya di stadion 10 November Tambaksari Surabaya ketika pertandingan antara Persebaya versus Arema. Yang berbuat ulah lagi lagi Bonek (bondho Nekat), mereka tidak hanya menghancurkan semua fasilitas2 stadion yang merugikan hampir milyaran tapi juga pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pertandingan tersebut. Seperti Telkom yang kehilangan satu unit mobil Daihatsu F69 Hi line, telkom diperkirakan rugi 3,3 milliar rupiah!!! (www.suarasurabaya.net). Belum lagi pihak Anteve yang menyiarkan secara langsung, mengalami kerugian yang paling parah.
Hal yang paling menyedihkan bonek tidak hanya merusak mereka juga menjarah, seperti penjarahan kamera Anteve dan masih banyak lagi. Ini bukan satu satunya kerusuhan yang dilakukan bonek, mereka berkali kali selalu membuat kerusuhan. Lalu apa yang harus dilakukan agar mereka jera? sudah berkali-kali “Persebaya dan Boneknya” di berikan sanksi, namun tetap saja berbuat “onar”.
Tindakan ini oleh pihak yang berwenang dalam bidang sepak bola PSSI telah berusaha memberikan sanksi tegas kepada para pelaku dari pada kerusuhan tersebut. Komisi suporter PSIS Semarang melakukan evaluasi bersama pengurus kelompok suporter "Panser Biru" dan "Snax" terkait tawuran antar suporter yang terjadi di Jepara."Intinya saya ingin suporter Semarang bersatu dan tetap menjaga persaudaraan," kata Ketua Komisi Sporter PSIS AKBP Drs A.Yudi Suwarso SH di Semarang, Selasa. Menurut Kasat Narkoba Polwiltabes Semarang ini, dalam pertandingan-pertadingan ke depan, suporter Semarang harus bisa menjaga keamanan dan bisa menjadi tuan rumah yang baik."Jangan gampang terpancing dengan perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab," pinta mantan Kasat Reskrim Poltabes Semarang ini. Pihaknya menyesalkan dan menyayangkan terjadinya kerusuhan antar suporter yang terjadi di stadion dan luar stadion itu, sehingga mengakibatkan kerugian materiil dan korban luka."Seharusnya hal itu tidak perlu terjadi, apabila semua pihak dapat menahan diri dan tidak terpancing oleh provokasi. Satu orang yang berbuat, semua kena getahnya," katanya.

Mengapa Kita Mudah Marah ?

Belakangan ini, sering kita mendengar berita
amuk massa di berbagai daerah di Tanah Air akibat ketidakpuasan massa
pendukung pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) setempat. Mereka tidak
hanya melakukan demonstrasi, bahkan bebera- pa oknum merusak tempat-tempat
umum dan melakukan perbuatan anarki.

Kita tentu bertanya mengapa masyarakat mudah sekali menjadi marah.
Mengapa hal yang sebenarnya tidak terlalu menyangkut diri mereka
seperti pada pemilihan pilkada tersebut mampu membuat mereka lupa
diri dan bersikap anarkis?

Sebagian orang berpendapat, mungkin saja masyarakat yang mengamuk itu
ditunggangi oleh oknum dan pendukungnya yang marah karena tidak
terpilih dalam pilkada. Jadi massa itu hanya disuruh untuk bersikap
anarki oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab agar memperkeruh
suasana. Namun, mengapa massa mau melakukan hal itu dengan risiko
akan ditangkap oleh pihak berwajib?

Sebagai seorang dokter tentunya saya berusaha mencari dasar biologis
dari kemarahan dan perilaku agresif tersebut. Seperti yang saya
sampaikan dalam The 5th Asia Pacific Association of Psychotherapist,
2008 yang baru saja berlalu.

Kemarahan dan agresivitas dapat disebabkan sistem serotonergik di
dalam otak yang mengalami penurunan fungsi. Hipotesis ini
mengemukakan bahwa kurangnya serotonin di celah sinaps di otak
membuat seseorang menjadi mudah marah dan berperilaku agresif.

Serotonin merupakan neurotransmitter atau zat penghubung di otak yang
banyak dihubungkan dengan berbagai jenis gangguan jiwa, seperti
depresi, skizofrenia, dan gangguan kepribadian ambang.
Ketidakseimbangan zat ini dapat mengakibatkan seseorang lebih rentan
mengalami gangguan kejiwaan, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya.

Lebih lanjut tentunya sebagai seorang yang bekerja di bidang
kesehatan jiwa, saya juga melihat fenomena kemarahan dan agresivitas
dari segi psikologis si pelaku. Kemarahan bisa kita identikan dengan
suatu reaksi yang biasa terjadi pada manusia, begitu pun dengan
agresivitas.

Pada zaman lampau, manusia-manusia purba melakukan perburuan untuk
menyediakan makanan, terutama pada musim dingin. Perburuan ini
membutuhkan agresivitas, dan ini mereka lakukan untuk bertahan hidup.

Tetapi pada zaman modern sekarang ini, apakah reaksi primitif seperti
ini masih perlu dan dipertontonkan dengan jelas. Apakah kemarahan
dalam menanggapi hasil pilkada adalah salah satu bentuk untuk
bertahan hidup?

Sebagian orang yang melakukannya tentu saja bisa membenarkan alasan
itu. Tentunya hal ini berlaku hanya untuk orang-orang yang
berkepentingan langsung dengan hasil pilkada itu. Tetapi mengapa
masyarakat yang tidak tahu apa pun bisa menjadi begitu mudah
terpengaruh untuk melakukan kegiatan anarki bersama-sama.

Kekecewaan Terpendam

Saya melihat masyarakat saat ini mudah menjadi marah karena sudah
begitu sering dikecewakan. Kekecewaan akibat apa yang diharapkan oleh
masyarakat tidak sesuai dengan apa yang didapatkan.

Kekecewaan yang berlangsung lama ini dapat membuat masyarakat menjadi
tertekan dan depresi, namun pada suatu saat dapat timbul sebagai suatu
bentuk kemarahan dan perilaku agresif yang tak terkendali.

Saya pernah menulis di surat kabar ini bahwa kita harus banyak
belajar dari daya tahan masyarakat menghadapi keadaan ekonomi yang
semakin sulit. Mereka tidak mampu mengeluh, tapi mereka dapat tetap
hidup menjalani keadaan sulit tersebut.

Namun, hendaknya ini tidak membuat orang-orang yang berkuasa
membiarkan apa yang terjadi di masyarakat. Kesulitan ekonomi yang
terjadi di masyarakat terkadang begitu timpang dengan berbagai
tindakan korupsi yang dilakukan para penguasa.


Bagaimana masyarakat
tidak mudah menjadi marah bila pemimpinnya sendiri tidak mampu
berempati terhadap nasib masyarakatnya, malahan sibuk memperkaya diri
sendiri dan berebut kekuasaan.

Hal ini membuat pada akhirnya begitu ada pemicu sedikit saja,
masyarakat akan terpicu ke dalam bentuk anarki karena tekanan besar
yang selama ini sulit mencari saluran pengeluarannya seperti
mendapatkan tempatnya.

Apa yang Harus Dilakukan ?

Kita tentunya menginginkan keadaan masyarakat yang sejahtera dan
sentosa. Untuk itu rasanya bukan hanya jargon yang kita butuhkan
untuk mengatasi hal ini, namun kerja nyata dengan mengatasi segala
persoalan sosial masyarakat yang semakin menumpuk.

Saya yakin dengan semakin sejahteranya masyarakat maka keinginan
mereka untuk melakukan protes terhadap pemerintah atau orang- orang
yang berkuasa akan semakin berkurang.
Kalau mereka sejahtera dan perutnya kenyang, untuk apa bersusah payah
melakukan tindakan anarki yang dapat membuat mereka terjerat hukum.

Dalam hal ini, pemerintah dan orang-orang yang berkuasa dapat
memberikan ketenteraman kepada masyarakat dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan yang sekiranya dapat membuat ma- syarakat kecewa
dan putus asa dengan keadaan yang ada. Tindakan-tindakan yang membuat kecewa
tersebut tentunya tidak perlu lagi dibeberkan di sini.

Bila semua berjalan sebagaimana mestinya, niscaya kemarahan dan
agresivitas masyarakat dapat dikendalikan.


Kalaupun ada yang terus mengobarkan kebencian kepada pemerintah yang telah berlaku lurus dan
patut, maka orang tersebut mungkin selayaknya harus segera
berkonsultasi dengan saya. Si- apa tahu gangguan kejiwaan sedang
melanda dirinya. Mari kita wujudkan bersama masyarakat yang sejahtera dan
sentosa.

Bahasa dan Sastra Sebagai Identiti Bangsa Dalam Proses Globalisasi

I. Mitos Tentang Globalisasi
Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri . Kebudayaan lokal dan etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Anggapan atau jalan pikiran yang demikian tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tidak berguna. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi telah membuat surutnya peranan kekuasaan ideologi dan kekuasaan negara.
Akan tetapi, Jhon Naisbitt dalam bukunya Global Paradox memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Di dalam bidang ekonomi, misalnya, Naisbitt mengatakan "Semakin besar dan semakin terbuka ekonomi dunia, semakin perusahaan-perusahaan kecil dan sedang akan mendominasi". Ia di dalam bukunya itu juga mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks sehubungan dengan masalah ini. "Semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin bersifat kesukuan", "berfikir lokal, bersifat global." Ketika bahasa Inggris menjadi bahasa kedua bagi semua orang, bahasa pertama, bahasa ibu mereka, menjadi lebih penting dan dipertahankan dengan lebih giat.
Dari pernyataan Naisbitt itu, kalau kita mempercayai, proses globalisasi tetap menempatkan masalah lokal ataupun masalah etnis (tribe) sebagai masalah yang penting yang harus dipertimbangkan. Dalam bukunya yang lain Megatrends 2000, Naisbitt juga mengatakan bahwa era yang akan datang adalah era kesenian dan era pariwisata. Orang akan membelanjakan uangnya untuk bepergian dan menikmati karya-karya seni. Peristiwa-peristiwa kesenian yang akan menjadi perhatian utama dibandingkan peristiwa-peristiwa olahraga yang sebelumnya lebih mendapat tempat.
"Berpikir lokal, bertindak global", seperti yang dikemukakan Naisbitt itu, pastilah akan menempatkan masalah bahasa dan sastra, khususnya bahasa dan sastra Indonesia, sebagai sesuatu yang penting di dalam era globalisasi. Proses berpikir tidak akan mungkin dilakukan tanpa bahasa. Bahasa yang akrab untuk masyarakat (lokal) Indonesia adalah bahasa Indonesia. Proses berpikir dan kemudian dilanjutkan proses kreatif, proses ekspresi, akan melahirkan karya-karya sastra, yakni karya sastra Indonesia.




II. Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang kecil telah berkembang menjadi bahasa Indonesia yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu telah "menggusur" sejumlah bahasa lokal (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yang semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peranan yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasan ini, yaitu Indonesia, Malasyia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untuk kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk kawasan Asia Pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan.
Peranan kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukan pula bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi kosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada di pelbagai etnis yang ada di Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisional) yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam roman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan, tokoh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia yang baru, dunia yang global, dengan tertatih-tatih.



Dengan demikian, satra Indonesia (dan Melayu) modern pada hakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia memang berada di dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memiliki posisi kuat di tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).
Kalau merujuk kepada pandangan-pandangan Alvin Toffler atau John Naisbitt, dua peramal masa depan tanpa bola-bola kristal, bahasa Indonesia dan sastra Indonesia akan menjadi bahasa (dan sastra) yang penting di dunia.

III. Politik Bahasan dan Politik Sastra
Proses globalisasi kebudayaan yang terjadi mengakibatkan berubahnya paradigma tentang "pembinaan" dan "pengembangan" bahasa. Bahasa Indonesia pada masa depan bukan hanya menjadi bahasa negara, melainkan juga menjadi bahasa dari suatu tribe (suku) yang mengglobal. Bahasa tersebut harus mampu mengakomodasikan perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian yang mungkin dihadapi. Mekanisme pembinaan dan pengembangan tidaklah ditentukan oleh suatu lembaga, seperti Pusat Bahasa, tetapi akan amat ditentukan oleh mekanisme "pasar". Pusat Bahasa tidak perlu terlalu rewel dengan "bahasa yang baik dan benar". Politik bahasa yang terlalu bersifat defensif harus ditinggalkan.
Di dalam kehidupan sastra juga diperlukan suatu politik sastra. Sastra Indonesia harus lebih dimasyarakatkan, tidak saja untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk masyarakat yang lebih luas. Penerbitan karya-karya sastra harus dilakukan dalam jumlah yang besar. Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi semestinya menjadi tempat untuk membaca karya-karya sastra. Pengajaran sastra haruslah menjadikan karya-karya sastra sebagai sumber pengajaran.
Di dalam proses globalisasi, posisi yang harus diambil bukan sebagai objek perubahan, melainkan harus menjadi subyek. Bahasa dan sastra (Indonesia) amat potensial menjadi bahasa dan sastra yang diperhitungkan di dalam dunia global.
Jika dunia Melayu (dan Indonesia) akan hadir sebagai salah satu global-tribe di dunia dan kawasan Asia Pasifik, bahasa dan sastranya harus juga berkembang ke arah itu. Bahasa Melayu (dan Indonesia) harus siap menerima peranan yang demikian. Sastra Indonesia harus tetap menjadi sastra yang unik di tengah-tengah dunia yang global. Bahasa dan sastra Indonesia (Melayu) harus mampu menjadikan kekuatan budaya (global-trible) yang baru itu. Untuk itu, diperlukan suatu politik bahasa ( dan sastra) yang terbuka, bukan bersifat defensif.

TENSES KEY CONCEPTS

1. SIMPLE PRESENT TENSES
Simple Present Tense (waktu sekarang sederhana) digunakan untuk menyatakan peristiwa atau kejadian, kegiatan, aktivitas di waktu sekarang dalam bentuk sederhana atau digunakan untuk menyatakan suatu kebiasaan sehari - hari, atau sesuatu yang tejadi berulang-ulang dimasa kini. Tanda Waktu : always, as a rule, generally, normally, usually, often, every day, every week, every month, every year, every evening, every Monday, in the morning, in march.
Patternnya:
Positif: S + V1 (s/es)
Negatif: S + DO/DOES + NOT + V1
Tanya: DO/DOES + S + V1

 Contoh Kalimat Positif:
• I drink coffee
• She drinks coffe
• We drink coffee

 Kalimat Negatif ( Nagative )
Bentuk Negatif, artinya menyatakan TIDAK. Maka sesuai Pattern Present Tense, setelah SUBJECT ditambah DO atau DOES, baru NOT, lalu tambah kata kerja bentuk pertama tanpa S atau ES lagi.
Untuk I, WE, YOU, THEY tambah DO
Untuk SHE, HE, IT, Mufli, Ellen tambah DOES
Contoh :
• I do not drink coffee.
• She does not drink coffee
• John Scoping does not learn English.

 Kalimat Tanya ( Introgative )
Untuk I, WE, YOU, THEY gunakan DO. Untuk SHE, HE, IT gunakan DOES. Contoh:
• Kalimat positifnya: I drink coffee
Kalimat tanya menjadi: DO you drink cofee?
• Kalimat positif: She drinks coffe
Kalimat tanya: DOES She drink coffee?
Kalimat tanya seperti diatas disebut juga YES/NO Question. Karena jawabannya memang Yes atau No. Do You drink coffee? “Yes I do” jawabnya. Atau bisa bisa dijawab dengan lengkap: “Yes, I do drink coffee”. Dihilangkan DO nya juga boleh, menjadi kalimat positif lagi: “Yes I drink coffee”.
a. Untuk menyatakan perbuatan yang dilakukan karena kebiasaan
Contoh :
• I go to school every day.
Saya pergi ke sekolah setiap hari.
• He usually eats an egg for breakfast
Ia biasanya makan sebutir telur untuk makan pagi.
b. Untuk menyatakan kebenaran umum yang tidak dapat dibantah.
Contoh :
• The Sun rises in the est.
Matahari terbit di sebelah barat.
• A week has seven days.
Seminggu ada tujuh hari.


Catatan :
Jika pokok kalimatnya orabg ketiga tunggal ( he, she, it ) bentuk dasar kata kerja akan mengalami perubahan.
a) Pada umumnya bentuk dasar kata kerja (infinitive) ditambah –s.
Contoh:
 to speak speaks : berbicara
 to help helps : membantu
b) Infinitif yang berakhiran dengan huruf vocal 0 ditambah –es.
Contoh :
 to do does : mengerjakan
 to go goes : pergi.

c.) Infinitif yang berakhiran dengan huruf konsonan ch, sh, s, atau x ditambah –es.
Contoh :
 to teach teaches : mengajar
 to wish wishes : mengharapkan.

d.) Infinitif yang berakhiran dengan huruf vocal –e, meskipun berakhiran suara huruf z atau j, ditambah –s saja.
Contoh:
 to use uses : menggunakan.
 to change changes : mengubah.

e.) Infinitif yang berakhiran konsonan y yang didahului oleh huruf mati, y diganti dengan i, lalu ditambah –es.
Contoh :
 to fly flies : terbang
 to study studies : belajar.

f.) Infinitif yang berakhiran dengan konsonan yang didahului oleh huruf hidup, ditambah –s saja.
 To buy buys : membeli
 To play plays : bermain

Infinitif tidak mengalami perubahan apa pun jika didahului oleh kata kerja Bantu, misalnya can, could, may, might, must, shall, should, will,would, do, does dan did meskipun pokok kalimatnya orang ketiga tunggal.
Contoh :
• He can speak English
Dia dapat berbicara dalam bahasa inggris
• She must work hard.
Dia harus bekerja keras.

Tanda waktu :
- always
- generally
- normally
- usually
- often
- every day
- every week
- in the morning


2. PRESENT CONTINUOUS TENSE
a. Digunakan untuk menyatakan suatu yang sedang terjadi saat ini, atau berlangsung saat kita sedang bicara.
Contoh :
• Jack is painting the house.Mother is serving our dinner.
• They are working in the garden.
b. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang bersifat sementara
Contoh :
• Jack is staying in my friend’s flat at the moment
• Brenda is always busy because she is working on her thesis.
• His elder brother is working in a bank.
c. Digunakan untuk menunjukan suatu keadaa atau situasi yang berubah-ubah.
Contoh :
• The cost of living in our country is increasing.
• The population of the world is rising very fast.
d. Digunakan untuk menunjukan sesuatu yang akan dilakukan di waktu yang akan datang dan telah direncanakan/ditentukan sebelumnya.
Contoh :
• I am spending my vacation in Bali next week.
• We are working in this building next week
Beberapa kata kerja tidak digunakan dalam present tense.Kata kerja yang tidak diguanakan dalam present countinuous :
- Belong - Seem
- Know - Hate
- Remember - Prefer
- Believe - Understand
- Love - Forget
- See - Realize
- Hear - Want
- Need
Pattern :
Positif: S + Tobe + Ving
Negatif: S + Tobe+ Not+ Ving
Tanya: Tobe + S + Ving

 Contoh kalimat Positif :
• I am writing now (Saya sedang menulis sekarang)
• You are reading my article at present
• She is waiting for you.

 Contoh kalimat Negative:
• I am NOT writing now (Saya sedang tidak menulis sekarang)
• You are NOT reading my article at present (Apa artinya?)
• She is NOT waiting for you.

 Contoh Kalimat Tanya :
• Are you writing now? (Apakah kamu sedang menulis sekarang?)
• Are You reading my article at present?
• Is She waiting for you.
Tanda Waktu : Now, right now, to day, soon, at present, this morning, this afternoon, tonight, tomorrow, in a few days


3. PRESENT PERFECT TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu lampau dan masih berlangsung sampai sekarang.
Contoh :
• My elder brother has worked here for three years.
• .John has studied English for two years.
• They occupied the house for ten years.
b. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu lampau dan masih ada hubungannya denganwaktu sekarang atau akibatnya dapat dilihat/dirasakan sekarang.
Contoh :
• He has just bought a new motorcycle.
• Neysha has passed from senior high school.
• Robert has just left for office.
c. Digunakan dengan “this morning, this afternoon, today, this month, this year“ untuk menunjukan bahwa sesuatu kejadian atau perbuatan telah dilakukan berulang-ulang kali.
Contoh :
• I have tried to contact her three times this morning.
• The man has visited this city twice this month.
• He have smoked six cigarette today.
Pattern :
Positif: S + have/has + V3
Negatif: S + have/sas Not + V3
Tanya: Have/has + S + V3

Contoh Present Perfect Tense :
Positif: She has gone (Dia baru saja pergi)
Negatif: She has not gone
Tanya: Has She gone?
4. PRESENT PERFECT CONTINOUS TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu lampau, masih berlangsung sampai sekarang dan masih akan berlangsung padawaktu yang akan datang.
Contoh :
• I’ve been living here for three years.
• Ayra has been studying English for ten months.
b. Digunakan untuk menanyakan atau menyatakan sudah berapa lama berlangsungnya suatu kejadian atau peristiwa.
Contoh :
• Have you been waiting for me long?
• How long has he been studying IT?
c. Digunakan dengan ”how long, since atau for” untuk menunjukan suatau kegiatan atau peristiwa berulang-ulang.
Contoh :
• Alvin has been playing football since he was ten years old.
• My father has been smoking for twenty years.


Pattern :
Positif: S + have/has + been + Ving
Negatif: S + have/has + not + been + Ving
Tanya: Have/has + S + been + Ving

Tanda Waktu :
- For
- Since
- Long
- for over two years
- the whole day
- the whole night


5. SIMPLE PAST TENSE
Simple past tense digunakan untuk menunjukan suatu peristiwa, kejadian, atau kedaan yang terjadi pada waktu lampau.
Pattern :

Positif: S + V2
Negatif: S + did not + V1
Tanya: Did + S + V1

Contoh :
Positif : My Father bought this car last year.
Negative : My Father didn’t buy this car last year.
Intgogative : Did My Father buy this car last year.

a. Kata kerja beraturan (regular verb) dibentuk dengan menambahkan akhiran “d/ed” pada kata kerja pertama (infinitive).
Contoh :
• Marsha closed the window five minutes ago.
• The students presented their project work this morning.
b. Kata kerja yang tidak beraturan (irregular verb) tidak dibentuk dengan mennabahkan akhiran “d/ed” pada kata kerja. Kata kerja tidak beraturan mempunyai bentuk tersendiri.
Contoh :
• My mother bought a new carpet last Sunday.
• Syilla met her uncle yesterday.
Tanda Waktu yang Digunakan :
- Yesterday
- last Monday
- ….. ago
- Last week
- Last night
- the day before yesterday.

6. PAST CONTINUOUS TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi pada suatu saat tertentu di waktu lampau.
Contoh :
• We were watching TV at 09.00 o’clock last night.
• I was doing my homework at 2 p.m yesterday.
b. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi pada waktu lampau, kemudian kejadian lain menyusul.
Contoh :
• When my father came home last night, my little sister was watching TV.
• Lyfia were waiting for a bus whe I met him yesterday afternoon.
c. Digunakan untuk menunjukan dua kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung pada saat yang sama di waktu lampau.
Contoh :
• While father was reading an book, the children were watching TV.
• We were discussing the lesson while professor was speaking to his guest.

Pattern :

Positif : S + To be (was/were) + VI + (ing)
Negativ : S + To be (was/were) + not + VI + (ing)
Tanya : To be (was/were) + S + VI + (ing)


 Contoh kalimat Positif :
• We were swimming last week.
• He was writing a letter last night.
 Contoh Kalimat Negativ :
• I was not swimming last week
• He was not writing a letter last night.
 Contoh Kalimat Tanya :
• Was I swimming last week ?
• Was He writing last night ?
Tanda waktu :
- When,
- While
- the whole day
- last Sunday
- yesterday


7. PAST PERFECT TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang telah terjadi pada masa lampu, kemudian kejadian itu lainnya menyusul.
Contoh :
• I had got a permanent job when I decided to marry Jane.
• After John had got a job, his father passed away.
b. Digunakan dalam indirect speech jika reporting verb dalam simple past.
Contoh :
• Direct : Robert said, “ I have read the novel twice’”.
• Indirect : Robert said that he had read the novel twice.
c. Digunakan dalam bentuk kalimat tanya bisa digunakan untuk menunjukan suatu past unreak dalam conditionl type IIIIf.
Contoh :
• If I had found the right buyer, I would have sold the car.

Pattern :

Positif: S + had + V3
Negatif: S + had + not + V3
Tanya: Had + S + V3

 Contoh Kalimat positif :
• I had swum last week.
• We had swum yesterday.
 Contoh Kalimat Negativ :
• I had not swum last week.
• They had not swum yesterday.
 Contoh kalimat Tanya :
• Had I swum last week ?
• Had they swum yesterday ?

Tanda waktu :
- Before
- After
- Until
- as soon as




8. PAST PERFECT CONTINUOUS TANSE
Menyatakan perbuatan yang sudah dimulai dan masih berlangsung pada waktu lampau.
Dipakai untuk menunjukkan perbuatan yang berlangsung terus pada waktu lampau.
Contoh :
• When I finished my dinner, peter had been playing chees.
• When I came to Surabaya in 1980, he had already been living there about five years.

Pattern

Positif : S + had+been+ V ing
Negatif : S + had+ not+been+ V ing
Tanya : Had + S + been+ V ing


 Contoh Kalimat Positif :
• I had been swimming.
• We had been swimming.
• She had been swimming.

 Contoh Kalimat Negatif :
• I had not been swimming.
• We had not been swimming.
• She had not been swimming.

 Contoh Kalimat Tanya :
• Had I been swimming?
• Had we been swimming?
• Had She been swimming?
9. SIMPLE FUTURE TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang akan terjadi atau dilakukan pada waktu yang akan datang.
Contoh :
• He will post the letter.
• I shall go to Jakarta tomorrow.
b. Digunakan untuk membuat janji pada waktu yang akan dating.
Contoh :
• He will meet you tomorrow.
• She will help you with your homework tomorrow.
c. digunakan untuk menunjukkan syarat.
Contoh :
• He will give you a good dictionary if you go with him.
d. Digunakan untuk memohon kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
Contoh :
• Will you please help me to get the book.

Pattern :

Positif: S + will/shall + V1
Negatif: S + will/shall + not + V1
Tanya: Will/shall + S + V1

I/We Shall
You/They/He/She/It Will


 Contoh Kalimat positif :
• I will study.
• You will swim.
• They will visit Tokyo.

 Contoh Kalimat Negativ :
• I will not study.
• You will not swim.
• They will not visit Tokyo.

 Contoh kalimat Tanya :
• Will You study ?
• Will You swim ?
• Will They visit Tokyo ?

Tanda waktu :
- tomorrow
- Next week
- Next year
- To night


10. FUTURE CONTINUOUS TENSE
a. Digunakan untuk menunjukan suatu kejadian atau peristiwa yang segera akan berlangsung pada suatu saat tertentu di waktu yang akan datang, khusunya apabila kita membayangkan bahwa kita sendiri yang akan melakukannya.
Contoh :
• They will be working on the new project by next week.
• By this time next week, I will be returning the book to the library.
b. Digunakan untuk menunjukan suatu yang telah direncanakan atau diputuskan sebelumnya.
Contoh :
• I will be spending the winter in Switzerland.



Pattern :

Positif: S + will/shall + be + Ving
Negatif: S + will/shall + not + be + Ving
Tanya: Will/shall + S + be + Ving

I/We Shall
You/They/He/She/It Will

 Contoh Kalimat Positif :
• You will be working.
• They will be driving home.
• She will be learning music.

 Contoh Kalimat Negativ :
• You will not be working.
• They will not be driving home.
• She will not be learning music.


 Contoh kalimat Tanya :
• Will You be working ?
• Will They be driving home ?
• Will She be learning music ?


Tanda waktu :
- at this time tomorrow
- at eleven o;clock tomorrow morning
- at this next year
- at the same time tomorrow.


11. FUTURE PERFECT TENSE
Digunakan untuk menunjukan bahwa suatu kejadian atau peristiwa sudah akan terjadi atau berlangsung sebelum suatu saat tertentu diwaktu yang akan datang
Contoh :
• Father will have retiredby the year 2003.
• Our contractor will have completed the building by the end of this month
• John will have done his work by the end of this week.
• By next week I shall have read this book.

Pattern :

Positif: S + will/shall + have + V3
Negatif: S + will/shall + not + have + V3
Tanya: Will/shall + S + have + V3

I/We Shall
You/They/He/She/It Will


 Contoh Kalimat Positif :
• You will have worked.
• They will have driven home.
• She will have learned music.

 Contoh Kalimat Negativ :
• You will not have worked.
• They will not have driven home.
• She will not have learned music.


 Contoh kalimat Tanya :
• Will You have worked.
• Will They have driven home.
• Will She have learned music.


Tanda Waktu :
- by the end of this week
- by next week
- by next month


12. FUTURE PERFECT CONTINUOUS TENSE
Pengertian Future Perfect Continuous Tense adalah future perfect tetapi perbuatan itu ada kemungkiann dilanjutkan pada waktu yang akan datang.
Contoh :
• By the end of this year we shall have been studying German for three years.
• By Christmas I shall have been working at this office for five years.
Pattern :

Positif: S + will/shall + have + been + Ving
Negatif: S + will/shall + not + have + been + Ving
Tanya: Will/shall + S + have + been + Ving

I/We Shall
You/They/He/She/It Will

 Contoh Kalimat Positif :
• You will have been working.
• They will have been driving home
• She will have been learned music

 Contoh Kalimat Negativ :
• You will not have been working.
• They wil notl have been driving home
• She wil notl have been learned music

 Contoh Kalimat Tanya :
• Will You have been working ?
• Will They have been driving home ?
• Will She have been learned music ?


Tanda waktu :
- By the end of…
- By the end of this year


13. PAST FUTURE TENSE
a. Menyatakan perbuatan yang akan dilakukan pada waktu lampau.
Contoh :
• I should go to Balikpapan the following day.
Saya akan pergi ke balikpapan hari berikutnya.
• He would buy a car the previous day.
Dia akan membeli sebuah mobil sehari sebeumnya.

b. Menyatakan perbuatan yng akan dilakukan bila syaratnya terpenuhi, pada waktu lampau.
Contoh :
• He would come if you invited him.
Dia akan datang jika anda mengundangnya.

Pattern

Positif : S + Should/Would + V1
Negatif : S + Should/Would + Not + V1
Tanya : Should/Would + S + V1


I/We Should
You/They/He/She/It Would

 Contoh Kalimat Positif :
• We should swim.
• They would swim.
• He would swim.

 Contoh Kalimat Negativ :
• We should not swim.
• They would not swim.
• He would not swim.

 Contoh Kalimat Tanya :
• Should we swim ?
• Would they swim ?
• Would he swim ?


14 PAST FUTURE CONTINUOUS TENSE
Digunakan untuk menyatakan perbuatan yang akan sedang dilakukan pada waktu lampau.
Contoh :
• I should be taking an examination at this time the following ay.


Pattern

Positif : S + Should/Would + be + V-ing
Negatif : S + Should/Would+ Not + be+ V ing
Tanya : Should/Would + S + be + V ing


I/We Should
You/They/He/She/It Would

 Contoh Kalimat Positif :
• You would be singing.
• They should be singing.
• He would be singing.

 Contoh Kalimat Negativ :
• You would not be singing.
• They should not be singing.
• He would not be singing.

 Contoh Kalimat Tanya :
• Would you be singing ?
• Should they be singing ?
• Would he be singing.


15. FUTURE PERFECT TENSE
Digunakan untuk menyatakan perbuatan yang sudah dimulai pada saat waktu lampau, dan segera selesai pada wktu yang akan datang.
Contoh :
• Rasya will have done his work by the end of this week.
• By next week I shall have read this book.
Pattern

Postif : S + Should/Would + have + V3
Negatif : S + Should/Would + Not +have + V3
Tanya : Should/Would + have + V3



I/We Should
You/They/He/She/It Would
 Contoh Kalimat Positif :
• We should have swum.
• She would have swum.
• He would have swum.

 Contoh Kalimat Negativ :
• We should not have swum.
• She would not have swum
• He would not have swum

 Contoh Kalimat Tanya :
• Should we have swum ?
• Would she have swum ?
• Would he have swum ?

16. PAST FUTURE PARFECT CONTINUOUS
Future perfect continuous dalam bentuk lampau.
Contoh :
• By last Christmas I should have been working at that office for five tear.
• By the end of this month last semester, Clara would have been studying medicine at Airlangga University for four years.


Pattern
Positif : S + Should/Would + have + been + V-ing
Negativ: S + Should/Would + Not+ have + been + V-ing
Tanya : Should/Would + S + have + been V-ing

 Contoh Kalimat Positif :
• You would have been writing.
• They would have been writing.
• She would have been writing.

 Contoh Kalimat Negativ :
• You would not have been writing.
• They would not have been writing.
• She would not have been writing.


 Contoh Kalimat Tanya:
• Would you have writing ?
• Would they have writing ?
• Would she have writing ?

'Sistem subkontrak, antara benci & kebutuhan'

Ada satu proyeksi bahwa bisnis jasa perusahaan pengadaan tenaga kerja atau yang lebih dikenal dengan jasa outsourcing (subkontrak) akan booming. Sebab kondisi ekonomi se-cara global yang tidak memungkinkan perusahaan-perusahaan memberi gaji kepada karyawan tetap dalam jumlah banyak, dan banyaknya pengangguran.
Bagi Indonesia yang lapangan pe-kerjaan informal jauh melampaui lapangan kerja formal maka pekerja kontrak merupakan jembatan bagi jutaan pekerja informal untuk menjadi pekerja formal.
Selain itu, seperti diungkapkan Direktur Ketenagakerjaan dan Analisa Ekonomi Bappenas Bambang Widianto, perusahaan juga dilarang melakukan outsourcing atau pemborongan sebagian pekerjaan.
Sistem tersebut, merupakan fenomena global dimana efisiensi menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan. Namun, banyak pihak terutama kalangan serikat pekerja yang menolak adanya sistem outsourcing, karena jelas-jelas merugikan pekerja dan hanya menguntungkan pihak pengusaha.
Tapi, ada pendapat juga bahwa outsourcing banyak dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya pekerja dengan perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh di bawah seharusnya, sehingga sangat merugikan pekerja.
Tapi dengan adanya UU No. 13/ 2002 tentang Ketenagakerjaan diharapkan bisa memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja atau buruh, meski ada beberapa pasal yang memerlukan penyempurnaan, termasuk outsourcing.
Menurut penilaian Depnakertrans, sistem PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) tidak mungkin dihilangkan/dihapuskan, karena ada sejumlah pekerjaan yang memang memiliki batas waktu pengerjaannya.
Sistem PKWT yang biasanya dilakukan oleh tenaga subkontrak diperuntukkan bagi pekerjaan penunjang, sehingga pengupahannya menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan penunjang UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan sehubungan sistem PKWT, yakni Kepmen No. 100/MEN/ VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT yang ditandatangani pada 21 Juni 2004.
Selain itu, ditetapkan Kepmen No. 101/MEN/ VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh yang ditandatangani 21 Juni 2004 sebagai peraturan pendukung Pasal 59, 65 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Dalam Kepmen itu dijelaskan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai/sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama tiga tahun.
Peraturan itu juga mengatur sistem PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman, PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru dan tentang perjanjian kerja harian/lepas.
Tapi Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Depnakertrans Muzni Tambusai pernah menyatakan hubungan kerja outsourcing pada dasarnya PKWTT (perjanjian kerja waktu tak tertentu) atau tetap dan bukan kontrak kerja.
Bisa pula dilakukan PKWT atau kontrak kerja jika memenuhi semua persyaratan, baik formal maupun material seperti diatur dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.
Jadi, hubungan kerja pada out-sourcing tidak selalu dalam bentuk PKWT/kontrak, dan akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan outsourcing selalu sama dengan PKWT atau kontrak.
Beberapa tahun ini, pelaksanaan outsourcing seringkali dipakai untuk menekan biaya.
Pelaksanaan outsourcing yang seperti itu bisa menimbulkan keresahan pekerja dan tidak jarang diikuti dengan tindakan mogok, sehingga maksudnya tidak tercapai.
Terminologi outsourcing, ada di Pasal 1601 b KUH Perdata yang berbunyi suatu perjanjian dimana pihak kesatu,-pemborong-, mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu.
Dalam UU Ketenagakerjaan memang secara eksplisit tidak ada istilah outsourcing, tapi yang ada adalah praktik outsourcing dalam bentuk pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja atau buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66.
Muzni menyatakan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang merupakan salah satu bentuk dari outsourcing harus dibedakan dengan lembaga penempatan tenaga kerja swasta seperti diatur Pasal 35, 36, 37 dan 38 UU Ketenagakerjaan.
Kaji Ulang
Tapi secara keseluruhan, sistem outsourcing dalam rekrutmen tenaga kerja masih perlu dikaji ulang karena menyebabkan sumber daya manusia menjadi tidak terampil.
Selain itu, ada banyak pendapat yang mengatakan pemberlakuan UU Ketenagakerjaan memarakkan pengenaan status karyawan/buruh kontrak dan outsourcing.
Alasannya, UU Ketenagakerjaan itu memberi pesangon besar kepada tenaga kerja kena PHK.
Bahkan, beberapa waktu lalu Depnakertrans melakukan pengawasan ketat terhadap perusahaan, menyusul indikasi maraknya penerapan status kontrak dan outsourcing pekerja/buruh di suatu perusahaan yang menyalahi ketentuan.
Saat ini terdapat kecenderungan perusahaan mengenakan status kontrak kerja kepada karyawan selama dua tahun, sebagaimana yang dimungkinkan bagi pekerjaan jenis tertentu di suatu perusahaan.
Namun, setelah dua tahun kontrak kerja selesai, maka pekerja tersebut diistirahatkan selama satu sampai dua minggu, untuk kemudian diminta melamar kembali dengan masa kerja dikembalikan ke nol tahun.
Praktik itu menyalahi aturan karena UU Ketenagakerjaan mengamanatkan hanya jenis pekerjaan tertentu yang boleh dikerjakan dalam jangka waktu terbatas/kontrak bukan pada semua jenis pekerjaan.
Karena yang seharusnya adalah perusahaan hanya boleh mengenakan status karyawan kontrak atau PKWT jika jenis pekerjaan borongan, tidak tetap dan bukan melakukan jenis pekerjan yang rutin atau pekerjaan staf.
Kalangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga meminta sistem PKWT dan subkontrak diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha yang pemanfaatannya sesuai dengan efisiensi manajemen perusahaan.
Menurut pengurus asosiasi tersebut, sistem PKWT dan subkontrak tidak perlu terlalu banyak ada peraturan, karena sekarang ini peraturan ketenagakerjaan semakin rumit.
Ada beberapa hal tentang PKWT dan subkontrak yang perlu diatur dalam Kepmen, yakni batas tanggung jawab hukum perusahaan pemberi kerja dan kontraktor jasa penunjang.
Selain itu, perlu ada aturan tentang hak dan kewajiban perusahaan pemberi kerja, kontraktor jasa penunjang serta pekerja jasa penunjang. Bahkan, masalah pesangon perlu diatur dengan jelas.
Akhirnya salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah membuat regulasi yang kondusif bagi sistem usaha dengan tidak merugi-kan pekerja.

















BURUH PEREMPUAN

AKSI unjuk rasa buruh yang hampir didominasi oleh kaum hawa belakangan ini kerap mewarnai pemberitaan diberbagai media. Hal ini mau tidak mau mengindikasikan ketidakmampuan Negara dalam mewujudkan kewajiban untuk menyelesaikan masalah perburuhan, yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (2) bahwa “Setiap warga negara (perempuan dan laki-laki) berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Di dalam GBHN 1993 juga dijelaskan bahwa “Perlindungan tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, dan jaminan kematian serta syarat-syarat kerja lainnya perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneternya, kesiapan sektor terkait, kondisi kerja, lapangan kerja dan kemampuan tenaga kerja. Khusus tenaga kerja perempuan perlu diberi perhatian dan perlindungan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya”.
Dari situ pasti muncul pertanyaan dibenak kita, mengapa aksi-aksi buruh tersebut banyak didominasi oleh kaum hawa? Sebenarnya ada apa dibalik aksi-aksi buruh (perempuan) tersebut? Ternyata, jika diusut lebih jauh gerakan buruh dunia termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan yang sangat berat.
Pakar perburuhan Richard Hyman menjelaskan, tantangan yang sedang dihadapi ini meliputi lingkup eksternal dan internal organisasi buruh. Pengaruh eksternal dapat ditandai dengan semakin meningkatnya kompetisi ditingkat global yang meletakkan tekanan-tekanan pada relasi industri di tingkat Nasional.
Maka, wajar kiranya jika masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh buruh perempuan. Diantaranya pertama, adanya praktik-praktik eksploitasi terhadap buruh perempuan yang tampak pada bentuk-bentuk pemberian upah yang rendah, pemaksaan jam kerja panjang (lembur), keharusan memenuhi target penjualan, tidak terpenuhinya hak-hak seperti cuti haid dan cuti hamil.
Kedua, masih terjadinya diskriminasi berkenaan dengan upah buruh perempuan yang lebih rendah dibanding laki-laki, juga ancaman PHK (Putus Hubungan Kerja) jika buruh perempuan menikah lalu hamil.
Ketiga, terjadinya komoditisasi. Seperti buruh perempuan yang bekerja di toko, mereka diharuskan untuk selalu berpenampilan menarik, berdandan secantik mungkin, tersenyum, dan lain-lain, demi peningkatan omzet penjualan. Bahkan tak jarang mereka digoda, dicolek dan dijahili oleh pengunjung yang berjenis kelamin “bukan perempuan”.
Dan keempat, adanya marjinalisasi. Kita lihat sekarang ini terdapat kecenderungan di perusahaan-perusahaan industri manufaktur misalnya, lebih suka merekrut buruh perempuan. Kecenderungan ini dinilai oleh sebagian pihak karena buruh perempuan lebih patuh dan relatif mudah dikendalikan.
Setidaknya beberapa permasalahan yang diuraikan di atas adalah sebab logis mengapa buruh perempuan harus rela turun ke jalan untuk aksi bersama meneriakkan nasib mereka yang memang perlu mendapatkan perhatian. Isu perempuan dalam gerakan buruh pun memang sangat penting dan semakin mendesak untuk diperhatikan lebih dalam
Berdasarkan hasil refleksi terkini para feminis terhadap kesadaran dan organisasi diri buruh perempuan, terlihat bahwa pemahaman buruh perempuan mengenai isu perburuhan sama baiknya dengan pemahaman mereka tentang isu perempuan. Hal ini berarti saat berbicara mengenai gerakan buruh perempuan, kita juga berbicara mengenai gerakan perempuan.
Diakui atau tidak, sejarah pun membuktikan. Kita ingat di Chile pada awal tahun 1900, gerakan perempuan mulai tampak karena berangkat dari berbagai kalangan militan, mulai dari anggota serikat buruh, istri kalangan pekerja, buruh tani atau burh tambang yang meminta hak pendidikan, hak politik maupun hak dalam dunia kerja.
Selain itu, pada tahun 1911 tepatnya tanggal 19 Maret di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss, lebih dari sejuta perempuan dan laki-laki turun bersama ke jalan. Selain hak untuk ikut serta dalam pemilu dan posisi di dalam pemerintahan, mereka menuntut hak bekerja, kesempatan memperoleh pelatihan dan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan. Di Amerika, pada awal abad itu juga marak dengan diorganisasikannya protes, demontrasi, pemogokan buruh, dan kampanye persamaan hak dan menentang penindasan terhadap buruh perempuan.
Akankan di Indonesia terjadi gelombang pemberontakan lanjutan seperti negara-negara tersebut? Untuk itu, merupakan tugas kita bersama dalam upaya memberdayakan (empowerment) buruh perempuan. Menurut Rachmad Safa’at, staf peneliti pada pusat penelitian studi wanita Universitas Brawijaya, dibutuhkan 3 (tiga) agenda penting dan strategis.
Agenda pertama adalah Reform of law, pembaruan hukum dengan didukung oleh penelitian tentang hubungan perburuhan yang diskriminatif. Disamping itu tidak kalah pentingnya dibutuhkan formulator kebijakan yang mempunyai keberpihakan pada hubungan perburuhan yang emansipatif.
Agenda kedua adalah Advocacy, mengangkat ke permukaan kasus-kasus perburuhan yang diskriminatif, agar memperoleh respon banyak pihak guna dijadikan agenda pemikiran ke arah perubahan yang lebih baik. Pers dan media massa mempunyai peranan penting dalam hal ini.
Agenda ketiga adalah Education, pendidikan penyadaran hak-hak buruh perempuan yang dijamin oleh konvensi internasional dan hukum perburuhan nasional secara “kritis”, disamping kesadaran tentang kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan konstalasi perburuhan di Indonesia.
Jalan panjang masih membentang dihadapan kita. Intensitas diskusi, seminar dan penelitian dari pihak yang concern terhadap persoalan buruh perempuan masih perlu terus digulirkan, sehingga diharapkan akan tercetus ide, gagasan bahkan konsep dalam rangka mewujudkan hak-hak dasar buruh perempuan.


BANDUNG - Nasib buruh sampai saat ini masih jauh dari sejahtera. Keadaan ini diperparah dengan adanya sistem upah murah dan sistem kerja kontrak. Dibandingkan dengan buruh laki-laki, kesejahteraan buruh perempuan lebih buruk. Padahal 70 persen buruh adalah perempuan.

"Realita yang ada sekarang adalah buruh dirugikan dengan adanya sistem upah murah dan sistem kerja kontrak," kata Rahmat Sodikin (33), Divisi Kampanye Paguyuban Pekerja Muda Peduli (PPMP) di sela-sela Sidang Nasional PPMP di Hotel Bumi Kitri, Jalan Cikutra, Senin (9/3/2009).

Sodikin lebih lanjut menerangkan terjadi diskriminasi upah yang diberikan kepada buruh laki-laki dan perempuan. Jika buruh laki-laki, ada perbedaan gaji buruh lajang dengan yang sudah berkeluarga. Tetapi tidak demikian dengan perempuan. Masih sendiri maupun sudah berkeluarga digaji sama.

"Ini karena wanita masih belum dianggap pencari upah utama dalam suatu keluarga, mereka hanya tambahan," ujar Sodikin.

Jumlah buruh sendiri mayoritas adalah perempuan. "Saat ini jumlah buruh wanita sebanyak 70 persen baik di industri garmen maupun tekstil," tambah Nanang Ibrahim, buruh salah satu peserta sidang.

Pelanggaran lainnya, kata Nanang, biasanya buruh tidak mendapatkan uang lembur yang sesuai. "Buruh bisa bekerja terus menerus 24 jam dua kali dalam seminggu," kata Nanang. Namun, uang lembur tidak dibayar sesuai dengan aturan yang ada.

Padahal khusus untuk buruh wanita tidak boleh bekerja sampai larut malam karena menyangkut keselamatan. Hal itu diatur dalam UU No 12 tahun 1948. "Pernah terjadi dua kasus pemerkosaan buruh perempuan yang pulang pada malam hari, yang satu malah sampai dibunuh," kata Nanang.

Sodikin menambahkan buruh wanita juga tidak mendapatkan cuti hamil dan haid sesuai dengan UU No 13 tenaga kerja. "Mereka tidak mendapatkan cuti, kalau minta cuti bisa-bisa dipecat malahan," kata Sodikin.







RUSIA - Pada bulan Maret ini, tepatnya pada tanggal 8 Maret, kita sepatutnya mengenangkan kembali sebuah peristiwa besar yang mengguncang seluruh dunia, yang mengubah arah sejarah, yang dampaknya masih terasa sampai sekarang-namun yang juga diupayakan pelupaannya oleh para intelektual pengabdi kelas berkuasa-Revolusi Februari 1917 di Rusia.
Revolusi ini disebut Revolusi Februari karena penanggalan yang dipakai di Rusia pada jaman itu merupakan penanggalan Gereja Ortodoks Yunani (Kalender Julian). Kalender ini, pada abad ke-20, ketinggalan 13 hari dari penanggalan Gereja Katolik Roma (Kalender Gregorian, yang di Indonesia dikenal sebagai penanggalan Masehi). Maka, seturut penanggalan tersebut, apa yang bagi kita adalah 8 Maret 1917, bagi kaum revolusioner Rusia masa itu adalah 22 Februari 1917. Oleh karena itulah revolusi yang dipicu oleh demonstrasi di tanggal 8 Maret 1917 ini dikenal sebagai Revolusi Februari.
Revolusi ini sangat menarik dan tepat dibahas dalam satu edisi yang tema utamanya bicara tentang Hari Perempuan Internasional karena picu bagi Revolusi ini ditarik persis ketika kaum buruh perempuan di St. Petersburg, Rusia, berdemonstrasi memperingati Hari Perempuan Internasional. Penembakan yang dilakukan pasukan tentara dan polisi Tsar Rusia terhadap 128.000 buruh yang terlibat dalam peringatan Hari Perempuan Internasional itu merupakan bendera start bagi sebuah gelombang revolusioner yang mampu memaksa salah satu Kekaisaran tertua dan paling kolot di Eropa untuk turun tahta.
Kaum perempuan seringkali dipandang sebagai elemen terbelakang dalam gerakan revolusioner. Kaum revolusioner seringkali memandang kaum perempuan dalam hidup mereka sebagai penghalang bagi aktivitas revolusioner mereka. Kaum liberal memandang tidak seharusnya perempuan terlibat dalam aktivitas revolusioner dan mengarahkan perempuan pada aktivitas politik berbasis "gender" yang anti perjuangan kelas. Kaum konservatif yang paling parah, memandang gerakan perempuan dengan jijik, tapi sekaligus berusaha mengorganisir perempuan agar tetap terpenjara oleh semboyan "kasur, dapur dan sumur".
Menarik pelajaran dari sebuah masa revolusioner adalah tugas yang nyaris mustahil dilakukan dengan sempurna. Tapi, setidaknya ada beberapa point yang harus dikemukakan karena point-point ini muncul dengan begitu jelas di tengah gejolak revolusioner di Rusia, yang diawali oleh demonstrasi memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret 1917.

Puisi-puisi Cinta

Dalam kegelapan malam..
Kumendengar gemericik air yang menenangkan jiwa
Membentuk sebuah simponi alam dalam kegelapan
Seperti memainkan lagu sendu
Diantara kekosongan hatiku
Dalam kegelapan malam ..
Kurindukan mentari dengan cahayanya yang sombong
Merasuk masuk kedalam jendela kaca
Mengirimkan sinyalnya akan datangnya pagi
Menghentikan alur dari mimpi indah tentangmu
Dalam kegelapan malam..
Kumainkan jemariku pada sebuah gitar tua
Diiringi angin yang bersiul diantara



Cinta yang Tak NyataTelanjang

Kaki ini menapaki terjalnya bukit hatimu..
Kau memandangiku seolah mendorongku tuk terus melangkah..
Menghadang dalam perjalanan penuh duri dan paku..
Hingga bulat tekadku tak henti menyerah..
Namun kau tau hari itu..
Sedetik terluput oleh gundah dalam ragu..
Langkahku mulai terhenti..
Tak sampai niatan hati kala ini..
Seseorang tlah menantimu tuk temani hari-harinya..
Jaga dia dengan segenap [...]


Kau bukan AkuKamu bukan aku

Rasaku bukan juga rasamu
pikiranku bukanlah pikiranmu
aku bukan kamu
yang setiap saat
bisa mendapat cinta
kamu bukan aku
yang selalu setia
menanti cita
aku bukan kamu
tak selalu berucap
tapi bukan dari hati
kamu bukan aku
yang selalu
memaknai rasa segenap jiwa
kau bukan cerminku
aku bukan lautmu

Perilaku Remaja

Penyalahgunaan obat – obat terlarang dan minuman keras di kalangan remaja dapat dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan perilaku remaja. Kedaan itu tidak terlepas dari karakteristik perkembangan masa remaja secara keseluruhan yang ditandai dengan berbagai perubahan fisik, mental ataupun sosial. Kedaan itu membuat kaum remaja nampak lebih dinamis, energik , selalu ingin mencoba, inovatif dan sebagainya dalam upaya mencari jati dirinya. Perilaku remaja dalam seluruh proses perkembangannya tidak selamanya dapat berjalan dengan baik dan mulus sesuai dengan norma – norma yang seharusnya. Tugas – tugas perkembangan dan tugas – tugas hidup itu tidak selamanya dapat terpenuhi dengan baik karena berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Sering terjadi timbul berbagai penyimpangan dalam berbagai bentuk dan sifanya. Kadang – kadang penyimpangan itu berada di luar batas toleransi dan dapat menimbulkan gangguan – gangguan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pihak lain. Dalam situasi seperti inilah cap “nakal” kemudian diberikan kepada remaja.
Perilaku remaja yang menyimpang merupakan manifestasi adanya krisis dan salah suai pada diri remaja. Krisis adalah suatu kedaan emosional yang parah dan ketidakmampuan mengatasi masalah – masalah yang dihadapi dengan cara – cara yang biasa. Ada tiga hal yang menjadi sumber krisis yaitu hal – hal yang bersifat situasional, keadaan tratnsisi, dan kondisi sosial budaya. Sumber situasional adalah hal – hal yang terjadi secara tidak diduga atau tiba – tiba baik yang bersifat materi, fisik maupun interpersonal, misalnya kehilangan benda yang paling berharga, adanya gangguan fisik, kehilangan orang dekat yang paling dicintai seperti orang tua, pacar dan sebagainya. Sumber transisional, adalah krisis yang terjadi karena adanya proses transisi dari satu situasi ke situasi lain, misalnya karena peralihan lingkungan, perpindahan sekolah, atau juga proses perkembangan. Sumber sosial budaya adalah hal – hal yang terjadi dalam lingkungan sosial budaya yang meliputi nilai – nilai, proses sosialisasi, perkembangan sosial, konflik sosial dan sebagainya.
Dalam proses perkembangannya kaum remaja seringkali menghadapi ketiga macam keadaan yang menjadi sumber krisis. Mereka seringkali menghadapi ketiga macam kedaan yang menjadi sumber krisis. Mereka seringkali menghadapi situasi yang tiba – tiba, situasi transisi, dan kedaan sosio kultural. Dalam menghadapi ketiga kedaan itu, (situasional, transisional dan kultural), banyak remaja yang tidak mampu atau bahkan gagal menghadapinya sehingga berakibat timbulnya ketegangan emosional atau krisis. Keadaan itu kemudian mempengaruhi keseimbangan perilakunya sehingga terjadi gejala penyimpangan antara lain dalam bentuk penggunaan obat terlarang atau minuman keras. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa perilaku pebyimpangan dalam bentuk penggunaan obat terlarang atau minuman keras pada dasarnya merupakan suatu mafestasi dari kedaan remaja yang mengalami krisis.
Dari sisi lain, gejala penyimpangan perilaku remaja, dapat dipandang sebagai bentuk perilaku yang (malad-justment). Salah suai merupakan ketidakmampuan individu untuik mencapai keseimbangan antara pemuasan kebutuhan dirinya dengan tantangan yang datang dari luar dirinya. Perilaku salah suai ditandai dengan berbagai bentuk manifestasi perilaku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistis, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi gejala salah suai, yaitu
1. Reaksi bertahan
2. Reaksi menyerang
3. Reaksi melarikan diri
Berbagai bentuk penyimpangan perilaku remaja merupakan manisfestasi di antara bentuk – bentuk reaksi salah suai tersebut. Remaja yang tergolong kecanduan obat terlarang dan atau minuman keras sering menunjukkan perilaku salah suai sebagai reaksi dari ketidakmamp[uannya memperoleh keseimbangan dalam dirinya.
Mengapa remaja menjadi menjadi menyimpang perilakunya dalam bentuk penyalahgunaan obat terlarang dan atau minuman keras ? uraian di atas telah mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi masa anak – anak dan masa dewasa. Dalam masa ini mereka dihadapkan dengan berbagai perubahan yang berlangsung serba cepat dan tantangan dari lingkungan yang serba cepat pula. Mereka harus menyelesaikan tugas – tugas perkembangannya sebagai persiapan menuju ke kedewasaan. Kadang – kadang proses perekembangan sebelumnya telah ditandai dengan berbagai hambatan dan kegagalan sehingga dalam masa remaja situasinya mejadi makin sulit. Dalam situasi seperti ini remaja besar kemungkinan menghadapi krisis atau salah suai.

PUISI CINTA

Kini Kau Pergi

Sayang.....
Disaat ku membutuhkanmu
Mengapa engkau tega pergi jauh dariku
Disini ku benar-benar merasa sepi
Benar-benar sendiri

Entah mengapa hatiku selalu gelisah
Ku selalu memikirkan mu
Ku selalu merindukan mu
Tiada lagi yang dapat ku katakan

Ku benar-benar mencintai mu

Kasih... janganlah kau pergi dariku
Ku harap kau bisa mengerti smua isi hatiku
Disini, ditempat ini
Kan ku tunggu kehadiranmu lagi

Cintaku

Saat pertama kali ku melihatmu
Ku merasakan hadirnya aura cinta
Ku tak tau apa yang sebenarnya terjadi
Ku bagaikan orang yang tak berdaya

Saat ini yang ku rasa
Ku sangat bahagia karma biasa mengenalnya
Ingin rasanya ku memelukmu
Tapi ku sadar, itu tak mungkin terjadi

Karna apa?
Karna engkau sudah milik orang lain

Entah apa yang ada di hati ini
Hati ini menginginkan engkau selalu ada buat ku
Slalu ada di samping ku
Saat ku menangis
Engkaulah yang slalu mengingatkanku
Untuk selalu sabar dan tegar

Ku tau, cinta tak harus memiliki
Karna dengan mengenalmu
Bagiku sudah cukup
Kan ku bawa kau bersama cintaku
Walaupun dirimu jauh dari ku


lonely-lonely road...

yang berdiam diri
seribu kali meratapi
berpasrah menepi..
menghindari peri peri
menyambut pagi lagi
bilang padanya aku mampu menari
tanpa sendumu aku bebas bergemuruh
mati tetap ada di hati
tapi pergilah jauh
pelangi mewarnai warna-warna hati

suka cita lonely-lonely road
menapaki lonely-lonely road


Kamu Pastinya Tahu

kamu pastinya tahu
malam itu gelap
sehingga kamu takut untuk keluar

kamu juga pastinya tau
jatuh itu sakit
sehingga kamu selalu berhat-hati

tapi...
kamu harus sadar
siang yang terang
mengintip menantimu dalam kebahagiaan

kamu juga harus mengerti
sakit itu mengajarkanmu
mengantarkan pada lembah
kesuksesan yang kau nantikan

kata-katamu sungguh sangatlah bijak...
hingga mampu membuatku masuk pada bait-bait syair cinta yang kau tuliskan dengan penuh penghayatan...
Ku yakin,diluar sana banyak sekali yang lebih baik yang bisa ngebahagiain kamu sambil mengemis-ngemis memohon cintamu...

Kolaborasi Gaya Hidup Remaja, Sastra, Media dan Internet

Sastra bagi remaja perkotaan bukanlah sastra yang terwakili oleh para sastrawan dari generasi Putu Wijaya sampai Linda Christanty sekalipun. Sastra bagi remaja perkotaan juga bukanlah sastra koran, majalah sastra seperti Horison, maupun jurnal-jurnal kebudayaan yang memuat cerpen, puisi, dan esai-esai serius. Sastra remaja perkotaan adalah sastra pergaulan yang terekspresikan dalam medium-medium baru yang melekat pada gaya hidup mereka. Sastra remaja perkotaan saat ini adalah sesuatu yang sama sekali terlepas dari mata rantai sejarah sastra sebelumnya. Sejarah sastra yang saya maksud adalah sejarah sastra resmi versi para kritikus, teoritisi, akademisi dan para sastrawan sendiri. Sejarah sastra resmi ini sama halnya dengan sejarah pada umumnya yang berpihak pada kepentingan kekuasaan tertentu dengan muatan subjektivitas yang juga kental di dalam historiografi-nya. Dalam konteks remaja perkotaan secara riil, sebenarnya apa yang disebut mainstream sastra itu bahkan tidak eksis. Ada gap yang sangat jauh antara sastra dan kehidupan riil remaja perkotaan sekarang.

Medium-medium ekspresi kesusasteraan dalam gaya hidup remaja perkotaan sekarang kurang lebih merupakan sebuah dekonstruksi terhadap medium ekspresi sebelumnya yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan teknologi. Pretensi menulis sebuah karya sastra tidak lagi dilandasi oleh motivasi mimpi-mimpi besar, ide-ide pemberontakan, maupun pemikiran-pemikiran jenial untuk mengubah dunia. Remaja perkotaan sekarang cukup menulis di blog mereka tentang hal-hal personal keseharian yang remeh-temeh, mengirim sms romantis pada pacarnya, atau menciptakan syair lagu cinta yang juga sederhana saja. Itulah medium-medium ekspresi sastra remaja perkotaan sekarang. Di sisi lain para penulis generasi “tua” tetap asyik dengan mimpi-mimpi, keyakinan, arogansi, dan ide-ide besar untuk melahirkan sebuah magnum opus dalam “sejarah” kepenulisan mereka. Tanpa sadar, gap yang ada semakin curam dan dalam, mengingatkan kita pada kritik-kritik berpuluh tahun silam tentang ivory tower-nya para sastrawan dan seniman secara keseluruhan.

Tentu masalahnya memang tak bisa dilepaskan dari “nilai-nilai, kriteria, teori-teori” tentang apa yang disebut dan dianggap sebagai “sastra”. Hal ini pun adalah persoalan lama yang terus menggantung tanpa penyelesaian. Bagi sejumlah sastrawan, sebut misalnya Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, atau Budi Darma, apa yang disebut dan dianggap sebagai “kriteria dan nilai-nilai” sastra adalah relatif dan subjektif. Pandangan ini memberi ruang kebebasan yang luas untuk menganggap dan menyebut apa itu karya sastra. Di lain pihak, masih banyak sastrawan dan kritikus yang berpegang pada teori-teori baku yang entah apa atau entah yang mana untuk mengategorisasikan sebuah karya sebagai “sastra”. Pandangan inilah yang kemudian mungkin membuat buku-buku semacam ensiklopedi sastra Indonesia tidak pernah lengkap dan utuh. Di buku-buku itu pastilah tidak pernah ada nama Agni Amorita Dewi misalnya, penulis cerpen remaja generasi tahun 80-an yang kerap mengisi lembar cerpen di berbagai majalah remaja dan pernah pula menjadi pemenang lomba cerber Femina. Di buku-buku itu pastilah tidak akan ada nama Raditya Dika atau Aditya Mulya, dua novelis muda masa kini yang penggemarnya menyebar di kalangan remaja perkotaan seluruh Indonesia. Dan di buku-buku itu juga tidak pernah ada nama FX Rudy Gunawan, penulis cerpen, esai, dan novel yang karya-karyanya juga kerap dimuat di sastra koran (non-Kompas) dan puluhan bukunya telah diterbitkan.

Ini adalah sebuah stagnansi yang ironis. Generasi remaja sekarang merasa tidak ada perlunya membaca karya sastra adiluhung yang tidak connect dengan kehidupan riil mereka. Telah terjadi sebuah perubahan paradigma yang tidak pernah diantisipasi oleh para sastrawan. Program sastra masuk sekolah mungkin merupakan sebuah upaya yang pernah dilakukan untuk menjembatani gap atau mencairkan stagnansi ini. Tapi karena frame yang dibawa adalah “mindset lama” dan yang dilakukan dengan “cara lama” pula, maka bisa dikatakan upaya ini kurang membuahkan hasil. Sejumlah SMA yang didatangi mungkin jadi lebih mengenal sastrawan-sastrawan dan karya-karyanya, tapi hanya sebatas itulah hasilnya. Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah menciptakan generasi baru pecinta sastra dan menumbuhkan iklim atau atmosfir yang subur bagi lahirnya generasi penulis sastra yang baru, segar, dan sama sekali berbeda.


Dalam gaya hidup remaja perkotaan sekarang, film dan musiklah yang paling populer sebagai bagian dari kehidupan kesenian dan kebudayaan mereka. Ini terbukti dari suksesnya novel-novel adaptasi film yang digagas dan diterbitkan oleh penerbit spesialis novel remaja, GagasMedia. Hampir semua novel adaptasi film-film nasional terjual puluhan ribu kopi dalam hitungan bulan saja. Genre novel ini

Kesetaraan dan Keadilan Perempuan

Disadari atau tidak, selama ini marginalisasi perempuan telah terjadi dalam
kultur, birokrasi maupun program-program pembangunan. Terdapat banyak contoh
bagaimana kaum perempuan secara sistematis disingkirkan dan dimiskinkan.
Konsepsi bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah (bread winner) menjadikan
laki-lakilah yang menyandang status sebagai pekerja.

Seperti tercermin di dalam berbagai laporan sensus dan statistik pembangunan,
status pekerjaan perempuan sering diidentifikasi sebagai ibu rumah tangga
(housewife) dengan tugas-tugas domestik. Sekalipun sehari-harinya perempuan
juga masih ikut menitikkan keringat bekerja di luar sektor domestik tersebut.
Stereotip yang selalu memandang bahwa perempuan adalah makhluk yang irrasional
dan emosional, membuat mereka kurang layak untuk menjadi pemimpin dan pendapat
mereka juga dianggap kurang penting dan hanya layak melakukan
aktivitas-aktivitas domestik.

Ketidaksetaraan peran antara perempuan dan laki-laki ini dipengaruhi oleh
berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, penafsiran agama dan konstruksi
sosial budaya yang mengatur alokasi peranan, atribut, stereotip, hak,
kewajiban, tanggung jawab dan persepsi terhadap laki-laki maupun perempuan.

Marginalisasi, diskriminasi dan subordinasi terhadap kaum perempuan membuat
daya saing perempuan dalam berbagai aspek kehidupan menjadi sangat lemah.
Kondisi ini telah menyebabkan kondisi perempuan khususnya di Indonesia masih
memprihatinkan. Menurut Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004
jumlah perempuan umur 10 tahun keatas yang belum atau tidak pernah sekolah dua
kali jumlah laki-laki (11,56% : 5,43%). Angka harapan hidup perempuan meskipun
lebih tinggi dari laki-laki tapi angka kematian ibu hamil melahirkan masih
tinggi.

Marginalisasi, diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan juga merupakan
imbas tidak langsung dari beberapa kebijakan yang masih bias gender. Bias
gender sebenarnya telah terjadi semenjak lama dan sampai saat ini masih saja
terjadi. Berbagai kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk pengaturan aspek
publik pada akhirnya memberi pengaruh yang sangat siknifikan terhadap aspek
domestik. Contoh, kebijakan kenaikan BBM, memberi pengaruh besar terhadap
perempuan, karena perempuanlah yang mengurus urusan domestik

Problem kemiskinan yang menghimpit perempuan pada sisi lain telah memaksa
(sebagian juga dipaksa) mereka mencari sumber-sumber ekonomi dengan berbagai
cara. Sebut saja Para TKW yang menjalani pekerjaan dengan mempertaruhkan risiko
yang memungkinkan mereka direndahkan dan diperlakukan dengan kekerasan, bahkan
tidak jarang menemui kematian. Kasus lain adalah perdagangan perempuan
(trafficking in women). Indonesia termasuk negara dengan jumlah kasus
traffickig yang besar di dunia. Sebagian mereka terpaksa menerima menjadi
pelacur atau Pekerja Seks Komersial (PSK).

Undang Antipornografi dan Pornoaksi yang saat ini sedang dibahas dituding
mendiskreditkan kaum perempuan. Perempuan dituding sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab dan paling dihujat dalam setiap kasus pornografi dan
pornoaksi. Sejumlah LSM perempuan bahkan terang-terangan menolak seluruh isi
rancangan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi tersebut karena dianggap menutup
mata terhadap kemiskinan perempuan. Sistem patriarkhi yang masih dianut di
Indonesia telah memposisikan rendahnya daya tawar perempuan dibandingkan
laki-laki termasuk dalam akses ekonomi dan pendidikan yang membuat kemiskinan
lebih dekat dengan perempuan dibandingkan laki-laki. Faktor kemiskinanlah yang
membuat perempuan masuk ke dalam lingkungan industri pornografi.

Perempuan tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam berbagai kasus pornografi dan
pornoaksi. Secara finansial perempuan yang terlibat dalam aktivitas ini hanya
mendapat sebagian kecil dibandingkan pihak-pihak yang merupakan otak dari
kegiatan pornografi ini yang dalam hal ini adalah perusahaan penerbitan, agensi
model, fotografer dan lain-lain. Seharusnya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi
dapat men-cover seluruh elemen yang terlibat dan tidak hanya membidik perempuan
yang tak lebih hanya sebagai boneka yang dikendalikan oleh kekuasaan,
kemiskinan dan mungkin juga gaya hidup hedonisme yang lahir dari lemahnya
posisi perempuan dalam tatanan sosial kemasyarakatan di Indonesia dan juga
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kebebasan media yang mempengaruhi
sudut pandang perempuan tentang gaya hidup.

Sebenarnya banyak faktor yang terkait dengan pornografi dan pornoaksi dewasa
ini. Di samping kemiskinan perempuan karena faktor ekonomi juga disebabkan
makin menyusutnya rasa malu dan makin jauhnya agama dari pribadi-pribadi yang
terlibat dalam aktivitas pornografi maupun masyarakat. Pergeseran sudut pandang
tentang nilai-nilai budaya yang seharusnya dianut, telah membuat gaya hidup
hedonisme dipandang sebagai gaya hidup yang seharusnya dimiliki. Di sinilah
media sangat berpengaruh. Kebijakan pemerintah yang memberi kemudahan dalam
pendirian sebuah media, baik elektronik maupun tulisan seringkali memberikan
tontonan yang memberi pengaruh besar terhadap gaya hidup, nilai-nilai dan
batasan norma kesopanan yang dianut selama ini.

Cara strategis untuk mengatasi semua ini adalah menciptakan budaya setara dan
adil gender serta kebijakan yang sensitif gender. Perempuan harus diberlakukan
secara terhormat dan dihargai sama dengan yang didapat laki-laki. Laporan Dana
Kependudukan PBB (UNFPA) tentang kondisi kependudukan dunia tahun 2005
menyatakan bahwa para pemimpin dunia tidak akan mampu mengurangi kemiskinan
jika mereka tidak menghilangkan diskriminasi gender. Membiarkan kebodohan,
kemiskinan dan kesakitan perempuan sama artinya dengan mempersiapkan generasi
yang bodoh dan miskin. Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-
bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional
sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan
dan kesetaraan gender.

Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari empat key cross cutting issues dalam Propenas.
Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di
pemerintah nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada
pembangunan dalam kebijakan, program/proyek dan kegiatan.
Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun
masyarakat sangat tergantung dari peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan.
Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan belum dioptimalkan. Oleh karena itu program
pemberdayaan perempuan telah menjadi agenda bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.

Penduduk wanita yang jumlahnya 49.9% (102.847.415) dari total (206.264.595) penduduk Indonesia (Sensus Penduduk 2000)
merupakan sumberdaya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif wanita dalam setiap proses pembangunan akan
mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses
pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri.

Kenyataannya dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena
kondisi dan posisi yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam
mengakses dan mengontrol sumberdaya pembangunan, sistem upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan
yang rendah, sehingga manfaat pembangunan kurang diterima kaum perempuan.

Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik
perempuan maupun laki-laki, ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Bahkan
belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa hak-hak perempuan memperoleh
manfaat secara optimal belum terpenuhi sehingga pembangunan nasional belum mencapai hasil yang optimal, karena masih
belum memanfaatkan kapasitas sumber daya manusia secara penuh.
Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya lebih mengutamakan laki-laki
daripada perempuan (ideology patriarki); Peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin
dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender; Penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau
cenderung tekstual kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang kholistik; Kemampuan, kemauan dan kesiapan
perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara konsisten dan konsekwen; Rendahnya pemahaman para pengambil
keputusan di eksekutif, yudikatif, legislatif terhadap arti, tujuan, dan arah pembangunan yang responsif gender.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan menyebabkan perempuan belum dapat menjadi mitra
kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan
pembangunan.
Selain itu rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat mereka mempunyai
peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia masa depan.

Cara Menulis Kutipan

1. Kutipan langsung (pendek), kurang dari 3 baris
Mengutip persis seperti aslinya. Misalnya: undang-undang, anggaran dasar, dsb. Kutipan langsung harus menggunakan tanda kutip ["].
Contoh:
Dinyatakan oleh Septiyantono (2002:154), "Pelayanan prima sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan (skill) staf perpustakaan". Meskipun demikian, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pelayanan prima tidak terletak pada skill seseorang, tetapi terletak pada sistem yang digunakan (Lasa Hs, 2004:25). [Pendapat Lasa Hs itu dikutip secara tidak langsung]

Pelayanan prima harus didukung dengan fasilitas yang baik. Namun, "Pelayanan prima sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan (skill) staf perpustakaan" (Septiyantono, 1999:154).

2. Kutipan langsung (panjang), lebih dari 3 baris
1. sumber informasi: pengarang, tahun terbit, dan halaman
2. kutipan dimulai sejajar dengan paragraf
3. diketik dengan jarak 1 spasi
4. jika terdapat paragraf dalam kutipan, garis baru ditulis mulai dengan lima ketukan (satu tab).

Contoh:
Inti dari belajar dan membaca adalah mengambil hal yang penting untuk selalu diingat. Berkenaan dengan kemampuan mengingat, Soedarso (2001:74) menyatakan sebagai berikut.
"Daya ingatan kita umumnya hanya mampu mengingat 50% dari apa yang kita baca satu jam berselang dan dalam dua hari berikutnya tinggal 30% saja. Teknik-teknik membaca seperti dalam prabaca, SQ3R, dan teknik-teknik yang lain dimaksudkan untuk mengingatkan daya ingat terhadap apa yang dibaca."

Sementara itu Rosidi (2005:123) menyatakan kemampuan mengingat hanya 30% dalam kurun satu jam. Hal itu telah dibuktikan pada ......
3. Kutipan tidak langsung
Kutipan yang dikemukakan dengan bahasa penulis sendiri. Kutipan seperti itu lazim disebut dengan parafrase.
Pada hakikatnya seorang penulis harus mampu menyatakan pendapat orang lain dalam bahasanya sendiri agar mencerminkan kepribadiannya. Kutipan langsung ditulis tanpa tanda kutip dan terpadu dengan tubuh karya tulis.
Contoh:
Sidik (2002a:35) tidak menduga bahwa kondisi umum perpustakaan madrasah aliyah di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat tidak representatif sebagai sumber belajar.
Secara umum, perpustakaan madrasah aliyah di Daerah Istimewa Yogyakarta kondisinya tidak layak dijadikan sebagai sumber belajar (Sidik, 2002b:35).

Apabila nama pengarang dicantumkan di dalam teks, ikutilah nama pengarang dengan tahun terbit dalam kurung.
Misalnya:
Dalam kaitannya dengan minat baca, Masruri (2003:23) menyatakan bahwa …….

Apabila nama pengarang tidak dinyatakan di dalam teks, cantumkan nama akhir pengarang dan tahun terbit, serta tanda koma di antaranya, diikuti penunjuk halaman.
Misalnya:
Pembinaan minat baca terkait dengan beberapa hal (lihat Riyadi, 2000:77—83), di antara, yang paling mendasar adalah (1) ……., (2) …………., dan (3) ………..

Penunjuk halaman pengutipan mengikuti tahun terbit, didahului titik dua, tanpa menggunakan singkatan hlm., hal., p., atau pp.
Misalnya:
Dinyatakan oleh Qolyubi (2005:5) bahwa ………………
Qolyubi (2005:5) menyatakan "Tingkat keberhasilan ……."

Dalam kurung dapat juga diberi penjelasan ringkas yang bertalian dengan acuan.
Misalnya:
Pernyataan itu setelah diujikan dilapangan (pendapat senada dapat lihat Boorn, 1999:98—101) mengandung beberapa kelemahan, antara lain, ialah ..........

Untuk acuan dua pengarang, cantumkanlah nama akhir kedua pengarangan itu; lebih dua pengarang, gunakanlah singkatan dkk.
Misalnya:
Ujung tombak perpustakaan terletak pada pelayanan prima (Rosma dan Zein, 2004:45). Senada dengan hal itu, dikemukakan (Zulaikha dkk, 2004:111) bahwa ………..

Dua acuan atau lebih yang digunakan untuk menyatakan hal yang sama, cantumkanlah nama akhir masing-masing pengarangan, diikuti tahun dan halaman, dan masing-masing acuan dipisahkan dengan titik koma (;).
Misalnya:
Dalam kaitannya dengan menumbuhkembangkan kultur baca (Sidik, 2003:23; Lasa Hs., 1999:12; Zulaikha, 2005:34; Purwono, 2007:34) mendasarkan pada hal yang sama, yaitu ………………………

Apabila diperlukan lebih dari acuan terhadap pengarang dan tahun terbit yang sama, gunakanlah huruf a dan b pada akhir tahun penerbit sebagai pembeda. Akan tetapi, dapat juga terjadi untuk tahun terbit berbeda dengan pernyataan yang sama.
Misalnya:
• Lain halnya dengan hal tersebut di atas, Tampubolon (1999a:23) dan kemudian dipertegas kembalai pada sebuah artikel (1999b:12), menyatakan bahwa ………………….
• Senada dengan hal itu, Tampubolon (1999:23) dan kemudian dipertegas kembalai pada sebuah artikel (2001:12), menyebutkan bahwa ………………….


MENGUTIP PENDAPAT SESEORANG YANG TERDAPAT PADA KARYA ORANG LAIN

Mengutip pendapat seseorang yang terdapat pada karya orang lain dapat dilakukan jika sudah terpaksa, yaitu sumber primernya tidak dapat ditemukan.
Misalnya:
"Membiarkan anak-anak menggunakan bahasa tanpa bimbingan yang baik di sekolah akan menimbulkan kekacauan pemakaian bahasa" (Rosidi dalam Sidik, 20092:34). Tanda angka dua (2) di belakang tahun terbit untuk menandakan jilid buku yang dikutip.

Penyitiran dari karya editor, penulisan menggunakan singkatan Ed. dibelakang nama akhir editornya dalam tanda kurung siku.
Misalnya:
Dinyatakan oleh Qolyubi [Ed.] (2003:56) bahwa ……………..

Pengutipan secara langsung 
gunakan tanda kutip ["]
• Kutipan pendek (kurang dari dua baris)
• Kutipan panjang (lebih dari tiga baris)

"Membiarkan anak-anak menggunakan bahasa tanpa bimbingan yang baik di sekolah akan menimbulkan kekacauan pemakaian bahasa. Guru sangat berperan mengarahkan setiap anak dalam berbahasa" (Rosidi dalam Halim, 1976:34).

• Pengutipan tidak langsung (parafrase)  tidak menggunakan tanda kutip [mengutip dengan menggunakan bahasanya sendiri].
• Pengutipan dari internet dapat dilakukan hanya jika terpaksa.
• Informasi dari internet tetap diperlukan, tetapi sebaiknya "hanya" dijadikan data.

CATATAN KAKI
Dalam penyajian laporan penelitian (makalah, skripsi, dsb.) biasanya diperlukan yang lazim disebut catatan kaki. Catatan kaki itu digunakan untuk
1. untuk menunjang fakta, konsep, dan gagasan, atau untuk memberikan informasi sumber data, dan lain-lain yang relevan;
2. untuk memberikan penjelasan tambahan tentang suatu masalah yang dikemukakan dalam teks atau untuk menjelaskan definisi istilah secara lebih cermat.

Misalnya:
Jika perpustakaan merupakan representasi dan kelanjutan dari budaya baca dan tulis, pembangunan perpustakaan harus mengiringi pembinaan dan pengembangan budaya baca dan tulis. Akan sangat sia-sia dan absurd bila penyelenggaraan perpustakaan tanpa didahului atau dibarengi dengan pembinaan minat baca1.

Masyarakat membaca yang patut dipahami adalah masyarakat yang tidak sekadar mampu membaca bahan bacaan2, seperti ketika pendidikan belum tersebar luas, tetapi masyarakat mampu mengetahui secara luas dan mendalam cipta, rasa, dan karsa sebagai buah kebudayaan.

Di dalam kejawen (aliran kebatinan) eling3 menjadi inti pokok ajaran yang selalu ditekankan.

_______________
1Disampaikan oleh Taufik Adnan Amal pada Pelatihan Pustakawan MI dan MTs, tanggal 2 Oktober 2008 di Bandar Lampung. Hal yang diungkapkan itu, kata Taufik, pernah dimuat dalam Harian Kompas 15 November 2000.
2Banyak umat Islam di Indonesia yang hanya lancar dan rajin membaca Alquran, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Akibatnya apa yang terkandung di dalam ajaran Alquran tidak membekas dan tidak berdampak apa-apa dalam perilaku kehidupannya.
3Dalam ajaran kebatinan, kata eling tidak hanya bermakna 'ingat', tetapi penyadaran akan hakikat hidup manusia sebagai makhluk Tuhan.
4Wawancara dengan ?(jabatan), di mana? kapan?
5diakses dari www:jipi.com.html. tanggal 7 Mei 2009, pukul 14:30:12

Biografi Soekarno Presiden Pertama Indonesia


Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.


Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".

Tonggak-tonggak Sastra Indonesia

BAGI masyarakat awam, tonggak-tonggak sastra Indonesia adalah “angkatan” Pujangga Baru, ‘45, dan ‘66, sebab itulah yang diajarkan di sekolah. Setelah Angkatan ‘66, pernah ada yang ingin melansir Angkatan ‘80. Kemudian ada pula yang sangat bernafsu memproklamirkan Angkatan 2000. Tetapi, kalangan sastra sendiri tidak terlalu memusingkan perihal tersebut. Mereka cenderung melihat tonggak sastra berdasarkan munculnya figur kuat. Misalnya dalam dunia kepenyairan tonggak itu ditandai dengan Amir Hamzah, Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri. Ada juga yang mensyaratkan, tonggak itu harus disertai lahirnya genre baru yang berbeda sama sekali dengan genre sebelumnya untuk menjawab tantangan zamannya.
Anggapan bahwa tonggak sastra identik dengan angkatan berawal dari HB Jassin. Sebagai kritikus, dialah yang menandai tonggak sastra Indonesia dengan sebutan “angkatan” melalui tiga bunga rampai yang disusunnya, Pujangga Baru, Gema Tanah Air, dan Angkatan ‘66.
Terhadap sebutan angkatan Pujangga Baru dan ‘45, kalangan sastra Indonesia tidak pernah berkeberatan sebab pada dua angkatan tersebut memang ada figur yang menonjol dan sekaligus juga ada genre penulisan yang berbeda dengan genre sebelumnya. Tetapi, ketika Jassin melansir lahirnya Angkatan ‘66 dengan tokoh antara lain Rendra, Goenawan Mohamad dan Taufiq Ismail, maka kalangan sastra ada yang berkeberatan. Salah satu yang paling berkeberatan Ajip Rosidi yang kemudian menyusun bunga rampai Laut Biru Langit Biru.
Keberatan pertama terhadap Angkatan ‘66 adalah karena sebutan ini terlalu kentara membonceng bidang politik. Selain itu, tokoh Angkatan ‘66 masih menggunakan pola penulisan yang jejaknya mudah dirunut ke genre Angkatan ‘45 maupun Pujangga Baru. Ketika Dukamu Abadi terbit misalnya, Goenawan Mohamad segera mengulas kumpulan sajak pertama Sapardi Djoko Damono ini di Majalah Horison dengan judul Dukamu Abadi, Nyanyi Sunyi Kedua.
Nyanyi Sunyi adalah kumpulan sajak Amir Hamzah, salah seorang tokoh Pujangga Baru. Ini merupakan semacam pengakuan dari Goenawan bahwa betapa kuat pun penyair ini, sebenarnya masih merupakan kelanjutan dari Amir Hamzah. Para tokoh Angkatan ‘66 yang cukup kuat seperti Rendra, Goenawan Mohamad dan Taufiq Ismail memang merupakan penyair papan atas. Tetapi, mereka dianggap belum melakukan pembaruan dalam sastra Indonesia.
***



PEMBARUAN dalam sastra Indonesia baru tampak ketika Iwan Simatupang menulis novel triloginya: Merahnya Merah, Kering dan Ziarah. Dalam penulisan lakon, pembaruan dilakukan Arifin C Noer melalui Sumur Tanpa Dasar, Kapai-kapai, Orkes Madun dan lain-lain. Pembaruan penulisan puisi dilakukan Sutardji Calzoum Bachri dengan Kredo Puisinya. Di dunia teater mencuat Rendra melalui Bengkel Teaternya yang mementaskan Bib Bop, Rambate Rata dan mencapai masterpiece-nya pada Oedipus Sang Raja serta Oedipus Berpulang. Tonggak cerpenis Indonesia adalah Danarto dengan Rintrik, Armagedon dan lain-lain.
Bila mau adil, itulah tonggak-tonggak pembaruan dalam sastra Indonesia setelah Angkatan ‘45. Memang, lahirnya genre dalam cabang seni apa pun, tidak pernah berlangsung tunggal. Selalu ada saling keterkaitan antara satu figur dengan figur lainnya, antara tonggak besar dengan tonggak kecil-kecil.
Remy Silado misalnya, adalah pemicu pembaruan dalam perpuisian Indonesia. Melalui rubrik Puisi Mbeling-nya di majalah Aktuil Bandung, diberontaknyalah genre perpuisian Sapardi/Goenawan yang merupakan standar baku para penyair muda pada kurun waktu itu. Tetapi, puncak pembaruan justru dicapai Sutardji dalam penulisan cerpen, “kejutan” yang dibuat Danarto segera disusul oleh Budi Darma, Kuntowijoyo dan penulis-penulis yang lebih muda.
Sayangnya, Danarto sendiri tidak terlalu konsisten dengan pembaruan yang telah dibuatnya. Cerpen-cerpen selanjutnya, bahkan juga novel pertamanya Asmaraloka, tidak semengejutkan Rintrik dan Armagedon. Sementara variasi pembaruan yang dilakukan cerpenis-cerpenis muda masih belum mendapatkan kiblat jelas.
Sejak kehadiran Iwan Simatupang, sampai sekarang belum ada novelis Indonesia yang mampu melanjutkan rintisan pembaruan tersebut. Ayu Utami dengan Saman-nya masih perlu ditunggu kelanjutannya. Sementara Putu Wijaya yang sangat produktif sebagai novelis masih berada di bawah standar kebaruan yang telah dibuat Iwan Simatupang.
Dibanding penulisan puisi dan cerpen, penulisan novel di Indonesia memang ketinggalan. Figur yang paling menonjol seperti Pramudya Ananta Toer misalnya, sebenarnya tidak bisa disebut sebagai tonggak dalam arti melahirkan sebuah genre baru. Bahwa dia produktif dan menarik perhatian internasional, tidak serta-merta menjamin karyanya menjadi tonggak pembaruan dalam penulisan novel di Indonesia, apalagi dunia. Bahkan banyak kalangan menganggap novel-novel sejarah Pram, baik trilogi Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa dan Rumah Kaca; maupun Arus Balik serta Arok Dedes, masih berada di bawah standar Keluarga Gerilya yang pernah ditulisnya pada tahun 1950-an.
Akan tetapi, tonggak-tonggak dalam sejarah sastra tidak harus berpedoman pada lahirnya sebuah genre. Pramudya, meskipun tidak melakukan pembaruan apa-apa, tetapi ia sebuah tonggak raksasa dalam sastra Indonesia. Kebesaran Pram sangat terkait dengan aktivitasnya di bidang politik yang mengakibatkan penahanan dan pelarangan atas karya-karyanya. Dalam sisi berbeda, hal ini juga terjadi pada Mochtar Lubis dan Goenawan Mohamad.


Sayang sekali, materi yang digarap Pram dalam novel-novelnya bukanlah sesuatu yang dialami atau yang menjadi obsesi besarnya. Endapan pengalaman selama dalam tahanan di pulau Buru, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, memang sebuah masterpiece, tetapi itu bukan novel. Berbeda misalnya dengan Gulag, Archipelago-nya Solzhesitsyin, yang bisa menjadi berarti karena merupakan luapan penderitaan yang diserapnya ketika menjalani tahanan Pemerintah Uni Soviet. Green Hills of Africa dan The Old Man and The Sea adalah cerita tentang berburu binatang buas dan memancing yang benar-benar merupakan dunia Hemingway.

Barangkali itulah titik lemah sastra Indonesia di pentas internasional. Dunia kepenyairan di Indonesia jauh lebih diminati calon sastrawan dibanding penulisan novel. Padahal standar sastra dunia cenderung berpatokan pada novel. Salah satu penyebab kelemahan novelis Indonesia adalah sastrawan yang merupakan pembaharu biasanya bernapas pendek atau tidak produktif. Sementara mereka yang produktif dan bernapas panjang kebetulan tidak melahirkan pembaruan melalui karya mereka.
Sutan Takdir Alisyahbana misalnya, termasuk figur yang sangat produktif dan bernapas panjang, juga berumur panjang. Tetapi, dia tidak melakukan pembaruan melalui karyanya. Pembaruan yang dilakukannya justru dalam konsep berpikir melalui esei-eseinya. Iwan Simatupang yang melakukan pembaruan tidak produktif dan keburu meninggal dalam usia muda. Sementara Pramudya yang sangat menjulang di pentas internasional tidak meneriakkan perjuangannya secara langsung dalam novel-novelnya.
***
SELAIN ditentukan oleh kritikus yang kuat, tonggak-tonggak sastra juga ditentukan oleh media cetak. Genre Pujangga Baru ditopang penerbit Balai Pustaka dan majalah Pujangga Baru. Tetapi, penerbit yang kuat belum tentu mampu mendukung lahirnya sebuah pembaruan. Bisa jadi yang dilahirkannya hanyalah mazab atau aliran. Koran Pelopor di Yogyakarta dengan lembar budayanya Sabana dan Persada Study Club yang diasuh Umbu Landu Paranggi, hanyalah melahirkan mazab penulis Yogya. Majalah Horison pada periode tahun 1960 dan 1970-an bisa melahirkan pembaruan sebab diasuh figur-figur kuat yang relatif beragam dan penuh toleransi.
Yang agak lain adalah cerpen-cerpen Kompas pada tahun 1990-an. Harian ini menampilkan cerpenis-cerpenis papan atas Indonesia, termasuk para pembarunya seperti Danarto, Budi Darma, Kuntowijoyo dan lain-lain. Tetapi, sifat koran berbeda dengan majalah sastra. Setinggi apa pun idealisme seorang redaktur budaya, koran tetap merupakan sebuah barang dagangan hingga cerpen-cerpen yang ditampilkan koran lalu menciptakan mazab tersendiri. Cerpenis-cerpenis kuat tadi tampak berusaha tunduk pada kemauan pasar hingga meskipun jejak pembaruannya masih sangat nyata, tetapi yang dihasilkannya sudah lebih merupakan barang pesanan yang dikemas sesuai dengan kriteria pembaca Kompas. Seberapa jauh sastra koran demikian akan melahirkan sebuah genre yang akan menjadi tonggak sejarah, masih perlu ditunggu lebih lanjut.


Pembaruan, biasanya dilahirkan melalui benturan konsep berpikir. Pujangga Baru adalah generasi sastrawan yang mulai tidak setuju dengan hal-hal yang bersifat tradisional. Novel-novel Azab dan Sengsara, Salah Asuhan, Siti Nurbaya dan lain-lain adalah gambaran benturan antara pola pikir modern (Barat) dan adat kebiasaan lokal (Timur). Secara konseptual hal ini tertuang dalam esei-esei Takdir yang dikumpulkan dalam Polemik Kebudayaan. Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin yang menerbitkan Tiga Menguak Takdir sebenarnya merupakan “tangan panjang” dari Sutan Takdir yang “dikuaknya”. Bila Takdir lebih memberontak melalui esei, Chairil melalui sajaknya.
Mereka yang menulis pada tahun 1960 dan 1970-an dipicu benturan pikiran antara dua kelompok besar dengan konsep berpikir yang berbeda. Para sastrawan Lekra cenderung memanfaatkan seni untuk propaganda politik sementara para penandatangan Manifes Kebudayaan mengacu ke kaidah-kaidah berkesenian yang lebih universal. Pertarungan “ideologi” ini mulai mengendur pada tahun 1980-an ketika masyarakat Indonesia terseret ke arus urbanisasi dan globalisasi secara total. Pada kurun waktu tersebut tidak banyak lahir karya-karya hebat yang bisa menjadi tonggak sejarah karena nyaris tidak ada pertentangan konsep berpikir yang mencuat ke permukaan. Cengkeraman politik dan daya pukau sektor ekonomi pada tahun-tahun itu demikian kuatnya hingga figur-figur yang secara alamiah potensial melakukan pembaruan, terseret untuk menjadi alat politik (birokrat), pengusaha, wartawan, praktisi hukum, dan lain-lain.
***
YANG menjadi tanda tanya besar adalah mengapa pada tahun 1990-an, tahun-tahun terakhir pemerintahan Orde Baru yang penuh pergolakan, tidak lahir karya-karya hebat?
Mungkin memang tidak akan pernah. Penyebabnya, gejolak sosial, politik dan ekonomi sekarang-sekarang ini tidak disertai perbedaan konsep berpikir yang jelas. Masalah Barat-Timur sudah tidak menjadi persoalan. Semua juga setuju demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) perlu ditegakkan bersama. Memperjuangkannya pun akan lebih efektif melalui jalur gerakan massa atau jaringan kerja LSM, bukan dengan sastra. Dikotomi tradisi dan modern juga sudah bukan menjadi persoalan serius. Yang justru dominan adalah isu-isu rasial dan sektarian. Ini bukan hanya monopoli Indonesia. Di Amerika pun hal ini masih menjadi isu yang sangat peka.
Isu dominan tersebut bisa saja menjebak karena tidak pernah ada agama modern yang mengajarkan kekerasan dan kekejaman. Jadi gejolak sosial yang terjadi hanyalah bersifat fisik material. Tidak ada perbedaan ideologi yang prinsipil. Ras atau etnis yang tertutup juga tidak bisa hidup makmur karena pasti dikucilkan dunia internasional.
Bagi Indonesia, mungkin perlu ada redifinisi mengenai nasionalisme. Konsep keagamaan berikut aplikasinya pun perlu dipertanyakan ulang. Mengapa ajaran menuju kebaikan moral ini justru mudah sekali dimanfaatkan untuk legitimasi tindak kekerasan dan kekejaman? Di sinilah para sastrawan berpeluang saling berbenturan pikiran guna mengasah kecerdasan.***

http://www2.kompas.com/